| |

MBS #69: Bedah Kurikulum PEMBINA: Ilmu Aqidah

Majelis Bentala Syuhada (MBS) #69 (15/06/2022) kembali hadir dalam seri khusus bedah kurikulum Pesantren Mahasiswa Bentala Insan Adabi (PEMBINA). Bertempat di Aula Masjid Syuhada, MBS kali ini membahas salah satu bagian kurikulum PEMBINA, yakni Ilmu Aqidah. Diskusi ini disampaikan langsung oleh pengajar Ilmu Aqidah yang juga Ketua Yayasan Bentala Tamaddun Nusantara, Ustadz Anton Ismunanto, M.Pd.

Ilmu Aqidah dan Urgensinya

Ustadz Anton memulai pembahasannya dengan pengenalan ringkas mengenai Ilmu Aqidah. Menurutnya, penyebutan “Ilmu Aqidah” ini sudah tepat, karena ia berbeda dengan “Aqidah”. Aqidah adalah apa yang dirasakan dan kemudian dipercayai. Sedangkan ilmu Aqidah adalah sesuatu yang dipelajari yang nantinya akan menjadi Aqidah itu sendiri. Maka dalam pengertian ini, tidak semua obyek dalam Ilmu Aqidah akan menjadi Aqidah, seperti misalnya perihal kesesatan dalam Aqidah. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa Ilmu Aqidah dapat menuntun untuk menggapai Aqidah yang benar. Ilmu ini menjadi khas dalam Islam, karena Islam mensyaratkan Muslim untuk membangun Aqidah di atas bangunan ilmu yang kuat. Dalam perjalanan sejarahnya, Ilmu Aqidah memiliki beberapa istilah lain, di antaranya (Ilmu) Tauhid, (Ilmu) Iman, Syari’ah, Fiqih Akbar, Ilmu Ushuluddin, dan Ilmu Kalam. 

Setelah mengenalkan Ilmu Aqidah, Ustadz Anton menjelaskan urgensi untuk mempelajari Ilmu Aqidah. Di antaranya adalah mempelajari Ilmu Aqidah adalah ilmu yang paling mulia, ia mempelajari bagian dari ajaran Islam yang paling penting, ia mampu membentuk orientasi hidup, serta ia menjadikan kita mampu memahami hal pokok dalam pandangan hidup (basic belief). Ada pun apabila dihubungkan dengan pemikiran, Ilmu Aqidah berisi hal-hal pokok yang akan memandu pemikiran dan bahkan berisi konsep-konsep kunci yang menjadi bagian penting dari pandangan hidup seseorang.

Referensi yang Digunakan

Dalam kurikulum PEMBINA, mata kuliah ilmu Aqidah akan menggunakan kitab Tauhid karya Syaikh Shalih Fauzan dan tim. Penggunaan kitab ini sebagai kitab pertama, selain karena penjelasannya yang sederhana, bertujuan untuk membangun kedekatan santri terhadap dalil. Kitab ini sendiri terdiri dari 3 jilid yang masing-masing mempunyai bahasan khusus. Dimulai dari pengantar kajian aqidah, makna iman, hingga penyimpangan-penyimpangannya dalam kehidupan manusia.

Kitab selanjutnya yang menjadi referensi adalah Jalā‘u ‘l-Afḥām Syarh Aqīdati ‘l-Awwam. Dalam kitab kedua ini, akan dikenalkan khazanah ilmu Aqidah bercorak Asya’irah yang menjadi pengantar bagi santri untuk berkenalan dengan tradisi kalam. Selain itu, sebagai kitab dasar, kandungan kitab ini masih memiliki banyak kemiripan dengan Aqidah Aṡariyyah, sehingga santri mampu memahami bahwa baik Aṡariyyah maupun Asya’irah berangkat dari dasar yang sama. 

Sebagai pelengkap, digunakan pula kitab Usuluddin (‘Aqa’id) karya KH. Imam Zarkasyi. Ditulis oleh salah satu dari Trimurti Gontor, kiitab ini sejatinya merupakan rujukan utama dalam pembelajaran kelas 1 di KMI Gontor (setara kelas 1 SMP). Meskipun demikian, kitab ini memuat pemahaman Aqidah yang cukup penting dan mendasar. Dengan pertimbangan isi serta penulis kitab ini, maka PEMBINA, sebagai pesantren mahasiswa yang banyak mengadopsi nilai kepondokan Gontor, menggunakannya juga sebagai rujukan utama.

Dengan ketiga referensi dasar ini, santri diharapkan mendapatkan bekal aqidah yang cukup, baik bagi santri yang mencukupkan diri dengan pengetahuan melalui dalil, terlebih lagi, bagi santri yang ingin mendalami pemikiran lanjut, termasuk metafisika Prof. Al-Attas.

Tanya Jawab

Setelah menerangkan secara ringkas mengenai Ilmu Aqidah, diskusi berlanjut ke sesi tanya jawab. Salah satu peserta menanyakan mengenai metode evaluasi yang digunakan dalam mata kuliah ini. Menanggapi hal tersebut, Ustadz Anton menerangkan bahwa penilaian kualitatif lebih ditekankan, karena ia tidak bisa dinilai secara kuantitatif. Sehingga dalam hal ini, evaluasi senantiasa berjalan secara kultural dalam setiap interaksi pengajar dengan santri, sebagaimana yang terjadi di setiap pondok pesantren. 

Di pertanyaan selanjutnya, seorang peserta menanyakan istilah “Iman tanpa ilmu tidak sah”. Mengenai hal ini, Ustadz Anton menyampaikan bahwa ada hal-hal dasar Aqidah yang harus diilmui, sebagai contoh Kemahakuasaan Allah. Di tingkat selanjutnya, ilmu menjadi penyempurna iman. Dengan mendalami Ilmu Aqidah, maka keimanan seseorang dapat  meningkat ke lapisan iman yang lebih tinggi.

Peserta yang lain mengajukan pertanyaan mengenai kalam, yang apabila mengutip Imam Syafi’I, ia termasuk ilmu yang tidak berguna. Menjawab hal ini, Ustadz Anton menerangkan bahwa dalam konteks Imam Syafi’I, beliau hidup di era sebelum munculnya kebutuhan untuk menjawab persoalan-persoalan rasional. Selain itu, yang dimaksud oleh Imam Syafi’I secara spesifik adalah Mu’tazilah. Adapun ilmu kalam yang dimaksud dalam materi ini merujuk pada rumusan kalam yang dicetuskan oleh ulama ahlussunnah untuk menjawab tantangan aqidah saat itu. Maka, berkaitan dengan hal ini Ustadz Anton menekankan bahwa ilmu fardhu ‘ain, termasuk di dalamnya Ilmu Aqidah, akan selalu berkembang guna menjawab permasalahan-permasalahan yang muncul di setiap zamannya.

Di bagian terakhir, seorang peserta bertanya dalam hal aqidah, bagaimanakah potret seorang pekerja yang ideal? Ustadz Anton menjawabnya bahwa dalam hal pekerjaan, seseorang perlu memaknainya dan meniatkannya untuk kebaikan. Dengan demikian, setiap pekerjaannya dapat bernilai sebagai ibadah.

Pertanyaan tersebut sekaligus menjadi penutup kegiatan MBS 69. Harapannya, dari diskusi ini, kita menjadi semakin sadar akan pentingnya memperdalam Ilmu Aqidah agar iman kita menjadi semakin sempurna dan dapat menjawab syubhat aqidah di zaman ini.

Similar Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.