| |

MBS Bedah Jurnal: Critical Discourse Analysis of Perspective on Knowledge and the Knowledge Society within the Sustainable Development Goals (Sarah Cummings, dkk)

Majelis Bentala Syuhada #76 (19/10) menelaah jurnal Sarah Cummings, dkk yang berjudul “Critical discourse analysis of perspectives on knowledge and the knowledge society within the Sustainable Development Goals”. Jurnal terkait diterbitkan di Development Policy Review pada tahun 2018. Penelaah jurnal adalah Mirza Fathiarizki Taher, peneliti di Institut Pemikiran Islam (IPI) Bentala.

Pada pembukaan majelis, Mirza mengutarakan pentingnya membahas jurnal teoritik untuk mendapatkan penjelasan yang memadai terhadap realitas sosial yang terpampang di hadapan kita. Kemudian, secara khusus, Mirza menerangkan bahwa jurnal ini akan membantu kita untuk memahami kerja wacana di dalam agenda Sustainability Development Goals (SDGs). Wacana yang dimaksud bukan sebagaimana yang dipahami pada percakapan sehari-hari di kalangan orang awam. Namun, wacana yang dimaksud adalah discourse, yaitu sistem pengetahuan tertentu. Sistem pengetahuan ini dibentuk dari waktu ke waktu oleh aktor-aktor tertentu. Aktor-aktor tersebut memiliki kepentingan untuk menormalisasi tindakan dan pembicaraan mereka agar dianggap normal oleh aktor lainnya yang mereka kuasai dalam bentuk relasi kuasa yang timpang.

Berdasarkan penelaahan oleh Mirza, SDGs merupakan agenda yang dirancang oleh negara-negara anggota di majelis umum PBB pada September 2015 untuk menghadapi masalah berskala global. Masalah berskala global yang dimaksud adalah kemiskinan, ketidaksetaraan gender, dan perubahan iklim. SDGs menjadi panduan bagi organisasi internasional, negara maju, maupun negara berkembang untuk pembuatan kerangka baru pembangunan di institusi masing-masing hingga tahun 2030. Sehingga aktor-aktor global tersebut sangat membutuhkan pembangunan, paling banyak di ranah pengetahuan untuk menghadapi beragam permasalahan yang ingin dituntaskan di dalam SDGs. 

Namun, cara mempersepsikan pengetahuan di SDGs masih luput untuk diperhatikan. Padahal menurut Mirza, SDGs adalah dokumen politis. Sehingga, riset dari jurnal ini ditulis untuk memahami wacana pada knowledge dan the knowledge society di teks terakhir SDGs yang diterima PBB (Transforming our world: the 2030 agenda for sustainable development). Memahai wacana ini penting, karena SDGs sebagai framework akan berpengaruh terhadap banyak aspek pada kehidupan manusia dan refleksi terhadap knowledge society di dalamnya akan mendorong kita untuk memikirkan kembali makna pembangunan itu sendiri. Pertanyaan riset yang ingin dijawab adalah : (1) Mana saja yang terbukti sebagai wacana pada knowledge dan knowledge society  di SDGs ? ; (2) Siapa pemilik wacana tersebut ?.

Cummings dengan merujuk pada pemikiran Fairclough berargumen, bahwa SDGs dan Knowledge society memiliki hubungan yang saling terkait. Keduanya adalah nodal discourse, karena mencerminkan wacana-wacana lainnya. Bahkan SDGs mencerminkan wacana knowledge society. Sebagai contoh, di dalam wacana knowledge society terdapat wacana sains, wacana pembangunan ekonomi, dan wacana hak kekayaan intelektual. 

Mirza menunjukkan, bahwa Cummings menggunakan Critical Discourse Analysis (CDA) untuk memetakan wacana apa saja yang berkembang di dalam knowledge  dan the knowledge society pada wacana SDGs. Sarah Cummings, dkk memetakan setidaknya ada dua arus besar yang berperan dalam pembuatan SDGs. Arus pertama diwakili oleh pemerintahan negara maju. Sementara arus kedua diwakili oleh UNESCO (representasi dari PBB) dan para peneliti. Selain itu, Sarah Cummings, dkk berusaha menemukan posisi wacana knowledge and the knowledge society dari masing-masing arus tersebut. Hasilnya, dua arus tersebut memiliki prior discourse yang berbeda. Jika arus pertama berpegang pada techno-scientific-econonomic discourse, maka arus kedua memperjuangkan pluralist participatory discourse. Hasilnya, yang mendominasi adalah techno-scientific-economic discourse

 Hal demikian bisa terjadi karena ada perbedaan pada ranah visi dan strategi di satu sisi, dan di sisi lainnya adalah ranah implementasi tujuan dan target SDGs. Ranah visi dan strategi dipegang oleh pluralist participatory discourse. Sementara, ranah implementasi tujuan dan target dipegang oleh techno-scientific-discourse. Sebenarnya, pada ranah visi dan strategi bersifat transformatif. Sebaliknya, pada ranah implementasi hanya melanggengkan status quo, pembangunan untuk bisnis lebih penting alih-alih pembangunan yang menyeluruh dan mendalam untuk masyarakat.

Perbedaan ini bisa dilacak dari kronologi penyusunan SDGs. Sebelum diketok palu pada September 2015, SDGs dicanangkan pada 2012 pada pertemuan Rio 20+ Summit untuk menggantikan MDGs. Pertemuan ini menghasilkan mandat pendirian Open Ended Working Group (OEWG) yang  bertugas untuk menghasilkan draf SDGs. OEWG terdiri dari perwakilan 70 negara. OEWG dibantu oleh Technical Support Team dari PBB untuk melakukan elaborasi lebih mendalam terhadap draf yang dikerjakan. Tercatat sepanjang 2014, TST mengeluarkan beberapa Issue Brief yang membuktikan bahwa saat itu pluralist participatory discourse masih mendapatkan ruang. Diantaranya adalah pada Issue Brief : Sustainable Agriculture, yang mengangkat tuntutan agar ada pengakuan terhadap pengetahuan adat dan lokal agar dalam perancangan dan pelaksanaan kebijakan agraria, baik nasional maupun regional. Namun, semua itu hanya tinggal mimpi saja, karena ketika SDGs disahkan, pluralist participatory discourse dimarjinalkan.

Mirza menutup pemaparan jurnalnya dengan kesimpulan, bahwa penanganan tantangan global secara bergandengan tangan antara negara maju, negara berkembang, PBB, korporasi, dan masyarakat sipil adalah suatu hal yang masih jauh dari panggang api. Sehingga, pembangunan berkelanjutan masih dikendalikan oleh kepentingan bisnis. Hal ini memberikan pelajaran bagi umat Islam untuk mempelajari, merenungi, dan menghayati sedalam-dalamnya makna pembangunan yang sebenarnya menurut Islam dengan sabar. Agar kelak di masa yang akan datang, umat Islam tidak ikut dikelirukan dengan kerusakan yang demikian.

Similar Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.