Bicang Kurikulum PEMBINA: Ilmu Syariah
Majelis Bentala Syuhada #72 (25/6/22) membincangkan mata kuliah Ilmu Syari’ah, yang akan dipelajari oleh santri PEMBINA selama empat semester. Pematerinya, Qaem Aulassyahied, adalah dosen Ilmu Hadis di Universitas Ahmad Dahlan.
Qaem menyampaikan bahwa mata kuliah ini membahas tentang hal-hal tentang syariah Islam secara umum atau hanya permukaan dari Syariah, yang lazimnya diketahui oleh umat muslim sebagaimana mengetahui rukun Islam dan iman, dengan bahan bacaan yang sedikit lebih banyak.
Selanjutnya Qaem mengelaborasi apa yang dimaksud Syariah dalam mata kuliah ini dengan merujuk pendapat beberapa tokoh. Menurut Kevin Rienhart, terjadi kebingungan pada studi Islam di Barat mengenai Islam sebagai agama atau tradisi masyarakat muslim. Dalam skala tertentu, kebingungan semacam ini terjadi juga di Indonesia yang terkadang tidak bisa membedakan antara syariah, fikih, fatwa, atau praktik keberislaman yang, pada hakikatnya, dihasilkan oleh pemahaman terhadap Islam.
Untuk mengurai hal ini, Qaem merujuk pendapat Mashood A. Baderin mengenai tiga konteks syariah. Pertama, agama secara umum yaitu jalan hidup yang mencakup hal-hal yang sifatnya hukum maupun non hukum. Kedua, hukum secara umum yang merujuk kepada sistem hukum tersendiri yang menjadi ciri hukum Islam. Ketiga, konteks khusus yang menunjukkan bahwa Islam bersumber dari wahyu yang membedakannya dengan pemikiran manusia.
Setelah itu, Qaem memperjelas bahwa yang akan dipelajari di mata kuliah ini adalah syariah sebagai bagian dari agama Islam secara umum, seperti pendapat pertama yang dikemukakan Mashood A. Baderin. Hal ini senada dengan yang disampaikan Yusuf al-Qaradhawi pada pengantar kitab yang akan menjadi bacaan utama mata kuliah ini, al-Madkhal li Dirasah asy-Syariah al-Islamiyyah (Pengantar untuk Mendaras Syariah Islam).
Menurut al-Qaradhawi, kitab ini membahas hal-hal yang berkenaan dengan karakteristik, tujuan, keistimewaannya dari yang lain, kelenturan dan komperhensifnya dengan argumentasi wahyu, sejarah dan realitas. Yang tidak dibahas adalah pengantar sebagaimana pengantar pada fikih Islam.
Sebelum melanjutkan pembahasan tentang apa yang akan dipelajari dari kitab ini, tak lupa Qaem menjelaskan orientasi dari mata kuliah ini. Pertama, mengetahui dan memahami secara sederhana hal-hal yang berkenaan dengan syariah yang diterangkan dalam bacaan utama. Kedua, mengasah kemampuan membaca kitab (qira’ah al-kitab) dan kemampuan memahami teks berbahasa arab (fahm al-maqru’).
Yang akan dipelajari di sepanjang kelas ini hanya berfokus pada tiga dari delapan bab yang ada di kitab tersebut, karena keterbatasan waktu, metode pembelajaran mengikutsertakan santri untuk membaca paragraf per paragraf atau bahkan kata per kata, sebagian pembahasan di bab lain sudah terdapat pada tiga bab tersebut, dan karena ada bab yang memerlukan kompetensi bidang lain.
Bab pertama yang akan dipelajari adalah Mashadir al-Syariah (Sumber-Sumber Pokok Syariah) yang di dalamnya membahas beberapa hal. Pertama, pengenalan al-Quran sebagai wahyu yang meliputi; (i) karakteristik Al-Qur’an sebagai wahyu; (ii) Kemukjizatan al-Quran: Bayani, Islahi, Ilmi; (iii) al-Khulud wa al-Hifzh; keimanan atas keabadian dan keterjagaan dan argument historisnya; dan (iv) asy-syumul: Ushul al-Hidayah al-Ilahi dan ushul at-tasyri al-ilahi Kedua, as-Sunnah Nabawiyyah sebagai (i) al-bayan an-nazhari/at-tathbiq al-‘amali li al-Quran; (ii) problem-problem seputar hadis, di antaranya pandangan yang mendelegitimasi otoritas sunah dan (iii) tentang hadis ahad. Ketiga, Perbedaan Antara Al-Quran dan Sunah, dan terakhir Sejarah Ringkas Pentadwinan Sunah.
Bab kedua yang akan dikaji dalam kitab ini adalah Al-Maqashid Al-’Aammah Li Asy-Syariah (Tujuan-Tujuan Pokok Syariat Islam). Bab ini diawali dengan pertanyaan pengarang kitab mengenai apakah setiap hukum ada maslahatnya atau memang semua hukum Islam sifatnya hanya bersifat ibadah yang tak perlu dipikirkan tujuan dari hukum-hukum tersebut. Kedua, pembagian Maslahat yang meliputi (i) Si’ah al-Mashlahah wa Syumuliha fi Nazhr asy-Syari’; Kemaslahatan dalam pandangan syariat dan manusia; Tujuan inti kemaslahatan; dan Kelemahan manusia dalam melihat maslahat. Ketiga, Dar`ul-Mafasid Lazimun li Ri’ayah al-Masalih (Menghindari Mafsadah Harus Dilakukan untuk Menjaga Kemaslahatan); Elaborasi kaidah Laa Dharara wa Laa Dihirara. Keempat, Ta’arudh al-Masalih wa al-Mafasid wa Mawqif asy-Syariah (Bagaimana Respon Syariah Jika Terdapat Kontradiksi antara Maslahat dan Mafsadah); Sabil at-Taufiq (Kompromi) dan Sabil at-Taghlib wat-Tarjih (Memenangkan Satu dari yang Lainnya). Terakhir, Mulahazat muhimmah haula maqashid asy-syariah (Hal-Hal Penting yang Perlu Diketahui Seputar Tujuan Syariah).
Bab terakhir yang akan dibahas dalam kitab ini adalah Al-Khasha’ish Al-’Aammah Li Asy-Syari’ah (Karakter-Karakter Pokok Syariah Islam) yang bertujuan agar santri mampu membedakan syariah dengan aturan-aturan yang lain. Rabbaniyyah (Dimensi Ketuhanan), menurut Yusuf al-Qaradhawi, terdapat pada syariah yang berasal dari wahyu dengan dimensi ketuhanan. Salah satu dampaknya adalah tidak adanya bentuk kepatuhan yang dilakukan oleh manusia seperti patuhnya muslim pada syariah Islam. Selanjutnya Akhlaqiyyah (Dimensi Akhlak), Waqi’iyyah (Dimensi Realitas), Insaniyyah (Dimensi Kemanusiaan), Tanasuq (Ketertiban dan Keteraturan), dan Syumul (Komprehensif) yang akan dibahas lebih lengkap di kelas ini.
Terakhir, Qaem menutup bincang kurikulum ini dengan mengemukakan urgensi dan relevansi dari mata kuliah Ilmu Syariah dengan mengutip Ibn Qayyim al-Jauziyyah, yang menurutnya tanpa syariat kita tidak mengetahui kemauan Allah sebagai pencipta. Pendapat tokoh lain, Hindun Binti Muhammad asy-Syuraif, menyatakan pemahaman yang kafah terhadap syariat dapat menghindari kebobrokan suatu generasi. Terakhir, menurut Umar al-Aysqar, kita dapat selamat dari perpecahan dan bermusuh-musuhan, dengan memahami syariat.